Boso Jowo Malangan (Bahasa Jawa Malangan)
Sebagai Arek Malang (anak Malang),
penggunaan bahasa sehari harinya pasti tidak jauh dari yang diajarkan saat
kecil yaitu Bahasa Jawa tetapi karena lahir di Malang, Bahasa Jawa sebagai
bahasa daerah yang digunakan bukanlah bahasa jawa seperti lainnya contohnya
Bahasa Jawa di Yogyakarta yang terkesan pakai krama alus dan sopan, contoh
lainnya seperti Bahasa Jawa di Surabaya yang terkesan kasar dengan ciri khas
kata “cok” nya.
Bahasa Jawa Malangan terkesan lebih
kalem tapi memiliki beberapa ciri khas yang tidak bisa dihilangkan contohnya
pada setiap pengucapan dibeberapa kata yang selalu berakhiran “A” seperti “Iyo
a?” “Wes Mangan a?”, tone yang diberikan pada kata tersebut berkesan seperti
bertanya atau lebih tidak percaya pada ucapan lawan bicara.
Meskipun tetap sama sama bahasa
jawa, Bahasa Jawa Malangan merupakan identitas diri serta kebanggaan dari Arek
Malang sendiri yang biasanya digunakan sehari hari sebagai bentuk keakraban
antar sesama orang Malang, dikarenakan bahasa adalah inti dari interaksi antar
sesama manusia guna pemahaman saat berkomunikasi satu arah maupun dua arah.
Penggunaan bahasa juga penting
untuk berinteraksi dimasyarakat luas apa lagi di Indonesia inti yang memiliki
beragam bahasa maka diciptakannya Bahasa Indonesia sebagai pengimbang dari
berbagai macam bahasa.
Sebagai Arek Malang, menjunjung
tinggi Bahasa daerah sendiri merupakan suatu kebanggaan contohnya saat
nongkrong maupun kehidupan sehari hari yang penuh akan interaksi antar sesama
dengan bertukar informasi melalui bahasa maupun hanya berdiskusi, tetapi
sebagai lambing kebanggaan Arek Malang sendiri bahasa dapat menciptakan banyak
kesan tergantung pengucapan juga, seperti penggunaan kata kata kasar yang bagi
beberapa orang kata tersebut adalah kata akrab sesama teman contohnya terdapat
pada kata “cok”, meskipun kata ini juga identik dengan orang Surabaya tetapi
kata ini tidak hanya dimiliki oleh orang Surabaya saja melainkan orang Malang
juga meskipun penggunaan katanya cenderung sama dengan aksen dan dialek yang
berbeda pula, penggunaan kata “cok” dapat terlihat dari nada bicaranya apabila
tinggi dan terkesan marah maka kata tersebut memang digunakan untuk menghina
atau mengumpat, tetapi apabila digunakan antar teman saat nongkrong maupun
hanya berinteraksi sehari hari maka kata tersebut lebih berkesan santai dan
bersahabat, kata “cok” atau “Jancok” ini juga memiliki sejarahnya sendiri yaitu
berawal dari tank yang dibawa oleh penjajah Belanda yang bertuliskan kata “JAN
COX” yang tersemat pada badan tank milik colonial belanda kala itu yang awalnya
ditakuti oleh arek arek Suroboyo sebagai tanda bahwa bahaya berupa tank datang.
Bahasa Malangan juga sebagai bahasa
persatuan bagi Wong Malang (orang Malang), apabila sesame orang Malang ketemu
di luar Malang maka kita bisa tahu bahwa orang itu dari Malang hanya dari cara
bicara yang terkesan kalem tapi sedikit medok apalagi saat berbahasa Indonesia,
Bahasa Malangan juga digunakan untuk saling menyuarakan yang apabila dipimpin
menggunakan bahasa ini maka massa akan tertegun hati dan merasa bangga, Wong
Malang yang identik dengan supporter fanatik salah satu Klub sepakbola lokal
yaitu AREMA FC (Arek Malang) inilah salah satu yang menjadi identitas orang
malang serta membuat bangga menggunakan bahasa maupun logat Malangan.
Ciri khas logat Malangan memang
dapat dilihat dari masing masing Wong Malang sendiri dengan gaya bahasa serta
gerak gerik yang dapat memberikan suatu simbol tersendiri.
Bahasa Malangan itu sendiri tidak
hanya terdapat pada bahasa yang diucap melainkan pada tindakan pula, seperti
pada saat menunjukkan sopan santun terhadap orang yang lebih tua seperti bahasa
tubuh saat menundukkan badan saat hendak lewat dengan berbagai kata seperti
“Amit Sewu/Nuwun Sewu” atau hanya “monggo” yang memiliki arti sama yaitu
permisi serta silahkan, tindakan kecil lainnya yang dimiliki adalah seperti
menunjuk menggunakan jempol.
Orang Malang juga memiliki bahasa
slang yang merupakan variasi bahasa maupun dialect yaitu Boso Walikan (Bahasa
Walikan) atau Osob Ngalaman, Boso Walikan ini berawal dari bahasa yang
digunakan untuk mengecoh para penjajah pada jaman dulu sebagai bahasa khusus
yang tidak bisa mereka (penjajah) identifikasi dan bersifat rahasia dengan ciri
khas yang hanya Orang Malang tau, bahasa ini dipelopori oleh salah satu pejuang
yang memiliki nama Suyudi Raharno yang merupakan pejuang Gerilya Rakyat Kota
(GRK).
Untuk saat ini, Boso Walikan
berguna untuk berkomunikasi warga malang sebagai bahasa yang digunakan pada
momen tertentu untuk memperlihatkan keakraban atau hanya sebagai pertukaran
pesan antar sesama, bagi orang di luar Malang pasti akan bingung dan asing pada
bahasa ini dikarenakan bahasa jawa awalnya tetapi dibalik perkataannya membuat
orang yang tidak terbiasa akan bingung.
Penggunaan bahasa ini juga tidak
pada semua perkataan dapat dibalik, contoh kata yang dapat dibalik dan sering
digunakan sehari hari yaitu “Oyi” yang berawal dari kata iyo atau dalam bahasa
Indonesia memiliki arti “iya” yang digunakan untuk mengiyakan sesuatu, contoh
lainnya juga seperti “Nakam” yang berarti makan, serta “Helom” yang jika
dibalik maka “Moleh” memiliki arti pulang, contoh penggunaan Boso Walikan
tersebut dapat diterapkan sehari hari dengan perkataan yang pas seperti “Wes
nakam a?” yang memiliki arti “sudah makan?” lalu ada juga Boso Walikan sebagai
kata yang menanggapi seperti apabila ada yang berkata “Aku diceluk ibukku sek
yo” maka kita dapat menanggapi dengan kata “Oyi”.
Penggunaan kata ini memang tidak
asing bagi orang Malang, tetapi ada juga kata yang tidak bisa dibalik dengan
menggunakan Boso Walikan seperti “ndang, wes, opo” yang apabila dibalik maka
penggunaan kata tersebut akan terasa aneh baik saat pengucapan dilidah maupun
saat didengar.
Bahasa bahasa tersebut lah yang
menyatukan orang Malang dengan ciri khas dan variasinya masing masing serta
sebagai identitas dari Malang ini sendiri serta sebagai kebanggaan bagi
warganya sendiri yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari hari, bahasa
ini juga janganlah luntur dari kemajuan jaman dan apabila luntur maka Malang
kehilangan kebanggaannya sekali lagi.
Sebagai budaya memanglah harus
dilestarikan agar tidak punah dan kita sebagai pemuda wajib melestarikan budaya
tersebut dan jangan malah pudar ditelan jaman.
Komentar
Posting Komentar